Diilhami oleh penyelenggaraan sebuah lomba ngeblog dan rasa ingin tahu apa alasan yang mendasari anak-anak muda ngopi di kedai kopi, saya melakukan penelitian sederhana. Judul penelitian ini adalah “Kedai Kopi: Aspek Sosial-Psikologis Anak Muda Ngopi di Tempat Tertentu.” Lokasi penelitian yang dipilih adalah kota Malang.
Sebagai kota yang banyak menjadi tujuan anak muda untuk menimba ilmu, Kota Malang dipadati dengan penduduk yang berstatus mahasiswa dari berbagai penjuru Nusantara. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk memanfaatkan peluang usaha dengan menjual berbagai produk dengan segmen anak muda, terutama mahasiswa. Segmen kaum muda ini memang menggiurkan dari segi bisnis karena jumlahnya paling besar.
Tidak ketinggalan kedai kopi juga ikut mengadu peruntungan dengan pasar yang cukup besar itu. Pertumbuhan kedai kopi cukup pesat belakangan ini, mulai yang berbendera kafe sampai rumah kopi. Ada juga kedai kopi tanpa gerai yang menghampar dagangannya di sepanjang trotoar jalan-jalan protokol. Harganya pun bervariasi sesuai kondisi kedai kopi masing-masing, berkisar dari Rp 3.000 hingga Rp 200.000 per cangkir/gelas.
Kedai kopi adalah kedai atau warung yang menawarkan menu utama minuman kopi, biasanya ditulis di papan nama penyebutan kedai, warung, kafe, atau rumah kopi. Menu minuman dan makanan di kedai kopi bermacam-macam, misalnya teh, jeruk, minuman ringan. Sedangkan menu makanan umumnya makanan ringan dengan menu makanan terbatas.
Sejak dulu kedai kopi dikenal sebagai tempat berkumpul masyarakat, semacam ruang publik sebagaimana disampaikan oleh Jurgen Habermas. Di kedai kopi masyarakat membicarakan berbagai hal yang mutakhir. Obrolan politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan budaya menjadi topik yang didiskusikan dengan hangat. Kedai kopi menjadi wahana antar-anggota masyarakat menyampaikan pesan-pesan komunikasi publik.
Peneliti Unger dan Wandersman (1985) membahas pentingnya masyarakat terhadap pengalaman sosial, emosional, dan kognitif manusia. Sedang Rivlin (1987) menjelaskan bahwa koneksi ke masyarakat membuat ikatan antara orang dan tempat di mana orang-orang dan tempat dibentuk menjadi keseluruhan. Inilah yang menyebabkan para mahasiswa yang kuliah di sebuah kota kelak akan merindukan kota tersebut ketika mereka sudah kembali ke kota asalnya atau bekerja di kota lain.
Mahasiswa menjadikan kedai kopi itu sebagai tempat ketiga untuk berkumpul selain rumah (kos) dan kampus. Penatnya kehidupan di rumah/kos dan kampus membawa mereka berkumpul di kedai kopi untuk menikmati suasana lain, terutama di malam hari. Putnam (2000) tempat ketiga ini akibat menyusutnya modal sosial.
Modal sosial didefinisikan oleh Putnam sebagai “hubungan antara jaringan individu-sosial dan norma-norma timbal balik dan kepercayaan yang timbul dari mereka.” Sementara itu, Ray Oldenberg (1999) menggambarkan tempat ketiga sebagai “sebutan generik untuk berbagai macam tempat-tempat umum yang menjadi tuan rumah biasa, pertemuan sukarela, informal, dan dengan senang hati diantisipasi individu di luar suasana rumah dan bekerja,” (dalam kehidupan mahasiswa tempat kerja adalah kampus).
Berdasarkan teori-teori itu dihadapkan dengan kehidupan mahasiswa di tempat tinggal/kos dan kampus, dilakukan penelitian dengan pertanyaan: (1) interaksi sosial yang bagaimana yang menyebabkan mereka merasa nyaman di kedai kopi? dan (2) apa karakteristik dan aspek-aspek yang menjadi daya tarik kedai kopi bagi para mahasiswa dan pilihan merek kopi tertentu?
Metode penelitian.
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan mahasiswa dan observasi terhadap letak dan suasana kedai kopi. Sedangkan teknik penentuan subjek penelitian adalah dengan teknik aksidental, yakni data yang diperoleh dari mahasiswa yang kebetulan ditemui ketika peneliti berada di kedai kopi. Terdapat 49 mahasiswa sebagai informan yang semuanya adalah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sementara itu, analisis data dilakukan secara kualitatif, menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman (1984).
Penelitian yang berlangsung selama 16 hari ini menentukan lokasi kedai -kedai kopi yang terletak di sekitar kampus besar di kota Malang (Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri Malang, dan Universitas Muhammadiyah Malang).
Penelitian ini menemukan dan menganalisis dua sisi utama, yakni sisi yang berkenaan dengan karakteristik dan aspek-aspek daya tarik kedai kopi bagi para mahasiswa dan sisi yang berkenaan dengan aspek interaksi sosial kaum muda penggemar kopi dan pilihan merek kopi tertentu.
Hasil penelitian
Dari wawancara diketahui karakteristik dan daya tarik kedai kopi bagi mahasiswa adalah lima karakteristik coffee shop yang ideal meliputi kebersihan, aroma, pencahayaan yang cukup, kenyamanan furnitur, dan pandangan ke luar.
Kebersihan kedai kopi terkait dengan lingkungan kedai kopi, lantai, dinding, furnitur, peralatan, dan meja. Aroma yang disukai adalah aroma yang datang dari kopi dan oven untuk memanggang makanan. Pencahayaan di kedai kopi akan mendukung kenyamanan pengunjung apabila tidak terlalu terang atau agak redup, tetapi masih cukup jelas untuk dapat membaca resep dan harga minuman/makanan.
Kenyamanan furnitur adalah meja yang cukup luas untuk menaruh minuman, makanan, atau laptop. Kursi yang empuk dengan busa karena pengunjung kedai kopi betah duduk berlama-lama. Faktor pandangan ke luar yang disukai kaum muda pelanggan kedai kopi adalah tempat duduk di mana pelanggan dapat melihat kondisi luar kedai kopi, menikmati aktivitas lalu lintas, dan lalu lalang pejalan kaki.
Selain karakteristik fisik dari kedai kopi, setiap toko memiliki suasana sosial dan budaya juga. Karakteristik fisik ruang, filosofi manajemen, sikap staf, dan karakteristik pelanggan semuanya dipengaruhi iklim sosial. Data survei menunjukkan tingkat di mana para pengunjung kedai kopi dilaporkan berinteraksi dengan staf dan / atau pelanggan di kedai kopi. Oleh karena itu, staf kedai kopi dituntut untuk mudah bergaul dengan pelanggan, dengan menyapa dan kadang-kadang mengobrol sebentar.
Data survei juga menunjukkan bahwa pelanggan yang sebagian besar kaum muda selalu datang bersama kawannya. Tidak ditemukan pelanggan yang datang sendirian. Ini berarti menegaskan bahwa kedai kopi digunakan sebagai tempat interaksi sosial.
Perbincangan yang dilakukan beraneka-ragam topiknya, mulai urusan perkuliahan, pacar, kondisi sosial tempat tinggal, kampung halaman, sampai topik-topik berita lokal dan nasional. Kadang-kadang terjadi perdebatan di dalam perbincangan tersebut, namun tidak sering. Perbincangan lebih cenderung dilakukan dengan santai dan diselingi gurauan atau humor. Suara tawa mewarnai sebagaian besar interaksi sosial.
Aspek interaksi sosial menghasilkan munculnya enam kategori mengenai aspek sosial kedai kopi. Tema-tema ini termasuk kesempatan untuk berlama-lama, pemilihan tempat duduk yang relatif sama, kepercayaan, hormat dan anonimitas, produktivitas dan pertumbuhan pribadi, makhluk sosial dan keakraban dengan kenalan baru, dan dukungan.
Berkaitan dengan ketersediaan jenis dan merek kopi yang disediakan kedai kopi dan pemilihan merek kopi tertentu oleh pelanggan penelitian menemukan bahwa sebagaian besar kedai kopi tidak mengolah sendiri melainkan menyediakan kopi instan siap saji.
Terdapat sekitar 10 merek kopi yang disediakan oleh semua kedai kopi yang diteliti yang tidak mengolah kopi sendiri. Sedangkan kedai-kedai kopi yang mengolah kopi sendiri dilakukan dengan cara membeli kopi mentah lalu digoreng sendiri kemudian dibawa ke jasa penggilingan kopi. Mengenai pemilihan merek kopi yang disukai pelanggan, sebagian pelanggan tidak fanatik terhadap merek tertentu, sebagian lagi memesan kopi dengan menyebutkan merek yang disukai. Namun, bila merek kopi yang dipesan itu tidak tersedia mereka tidak terlalu mempermasalahkan.
Simpulan
Kedai kopi yang mengalami pertumbuhan pesat di kota Malang sebanding dengan minat para kaum muda untuk mendatangi kedai-kedai kopi. Pertumbuhan kedai kopi tersebut akan terus meningkat seiring dengan kian banyaknya jumlah kaum muda, terutama mahasiswa yang berdatangan setiap tahun ke kota Malang.
Fungsi utama kedai kopi adalah sebagai ruang publik di mana terjadi interaksi sosial sesama kaum muda. Sehingga, kedai kopi merupakan penggalang modal sosial. Bagi kehidupan sosial, kedai kopi merupakan arena di mana orang-orang bebas mengemukakan pendapat dan aspirasi.
Khusus bagi produsen kopi, kedai kopi merupakan pasar yang cukup besar dan peluangnya masih terbuka lebar. Ini dapat dilihat dari perilaku sebagian pelanggan kedai kopi yang tidak terlalu mempermasalahkan merek kopi yang mereka pesan. Artinya, jika ingin masuk ke pangsa pasar kaum muda di kedai-kedai kopi, produsen hanya perlu melakukan pendekatan kepada pengusaha kedai kopi. Ekspansi pasar hanya masalah perlombaan waktu.*** [Hejis]
REFERENSI
Milles, M.B. and Huberman, M.A. 1984. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publication.
Oldenburg, R. (1999). The great good place. New York: Marlowe & Company.
Putnam, R. (2000). Bowling alone: The collapse and revival of American community. New York: Simon & Schuster.
Rivlin, L. (1987). The neighborhood, personal identity, and group affiliations. In I. Altman & A.
Unger, D. & Wandersman, A. (1985). The importance of neighbors: The social, cognitive, and affective components of neighboring. American Journal of Community Psychology, 13(2), 139-160.